LKPD 2 TEKS TANGGAPAN
- Get link
- X
- Other Apps
LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD) 2
KELAS IX/
SEMESTER 2
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengamati video tentang teks tanggapan, peserta didik mampu menemukan informasi yang terdapat dalam teks tanggapan.
B. Petunjuk
1. Amati video https://youtu.be/2OKSsfPLrYI
2. Lengkapi pengetahuan kalian dengan membaca buku siswa tentang materi teks tanggapan.
3. Bacalah teks berikut!
4. Kemudian jawablah 5 pertanyaan pada google form !
5. Tugas dikumpulkan paling lambat tanggal 13 Februari 2021!
C. Lembar Kerja
Bacalah teks berikut kemudian jawab pertanyaannya!
(Buku Paket Bahasa Indonesia SMP Kelas IX halaman 90 s.d. 92
Jika ditanyakan kepada siapa pun
yang pernah
mempelajari kesusastraan Indonesia selama 30 tahun terakhir tentang siapa itu Marco
Kartodikromo,
atau
lebih populer dikenal Mas Marco, mungkin
tidak sampai seperseratus persen yang pernah mendengar namanya. Bukan suatu kesalahan jika Mas Marco tidak dikenal. Nama dan karyanya seperti Student Hidjo memang tidak pernah disinggung
ataupun
dimasukkan ke dalam karya
sastra.
Student Hidjo
pertama
kali muncul tahun 1918 dalam cerita bersambung di harian Sinar Hindia.
Setahun kemudian, baru terbit dalam bentuk buku. Tak lama usia peredarannya, karena disita oleh pemerintah kolonial. Buku-buku
karya Mas Marco yang dikenal sebagai jurnalis sekaligus aktivis gerakan politik penentang kolonialisme Belanda, dipandang begitu membahayakan. Dan, bukan tak beralasan ketakutan penguasa di kala itu. Karya-karya Mas Marco terutama Student Hidjo ini memang
berbeda
dengan tema
umumnya karyakarya sastra
sejaman yang “direstui” oleh pemerintahan
kolonial.
Di masa peredaran novel ini, ada dua lembaga penting dalam penyediaan bacaan bagi rakyat Hindia Belanda. Yang pertama adalah Komisi Bacaan Rakyat, Commissie voor de Inlandsche School en Volkslectuur, yang didirikan tahun 1908. Komisi
ini banyak menerbitkan karya sastra terjemahan bertemakan
romantisme eropa. Kemudian Balai Pustaka, 1917,
menerbitkan karya-karya sastra dengan bahasa baku
Melayu Tinggi seperti Azab
dan Sengsara, 1920, karya Merari Siregar, disusul Siti
Nurbaya, 1922, karya
Marah Rusli.
Berbeda dengan
tema
sastra
sang
induk semang Komisi Bacaan Rakyat,
tema yang diangkat Balai Pustaka di awal pendirian adalah seputar kritik terhadap adat kuno, terutama Minangkabau. Kisah-kisah
berputar seputar kawin paksa yang
mendatangkan sengsara, dan kehidupan seputar lingkaran hitam- putih tentang yang
baik
dan
buruk secara etika.
NOVEL Student Hidjo menggambarkan
secara plastis kehidupan kaum priyayi Jawa dengan
kemudahan-kemudahan yang mereka peroleh, seperti kemudahan menimba pendidikan. Suasana pergerakan, terutama Sarekat Islam, tempat para tokoh novel mencurahkan sebagian waktu dan kegiatan,
menjadikan novel ini kental dengan politik. Bahkan,
kisah cinta sepasang tokoh novel pun diwarnai dengan
kegiatan politik.
Kisah diawali dengan rencana
orangtua Hidjo menyekolahkannya ke Belanda.
Ayah
Hidjo, Raden Potronojo
berharap dengan mengirimkan Hidjo ke Belanda, dia bisa
mengangkat derajat keluarganya.
Meskipun sudah menjadi saudagar yang berhasil dan bisa menyamai gaya hidup kaum priyayi murni dari garis keturunan, tidak lantas kesetaraan status sosial diperoleh, khususnya di mata orang-orang yang dekat dengan gouvernement,
pemerintah
kolonial.
Berbeda dengan sang ayah, sang ibu Raden
Nganten Potronojo khawatir melepas anaknya ke
negeri yang dinilai sarat “pergaulan” bebas.
Pendidikan di Belanda ternyata membuka mata dan pikiran seluasluasnya. Pertama, yang dianggap Belanda “besar” di Hindia
ternyata sangat Indisch di Belanda metropolitan, terutama
mereka yang pernah bekerja di Hindia, dalam selera makan dan minum. Gadis Belanda dan orang
tua yang pernah bekerja di Hindia menaruh perhatian besar kepada pemuda Hindia. Kedua, yang angkuh di Hindia
ternyata
tidak berperan
di
Belanda.
Hidjo sang kutu buku yang terkenal “dingin” dan mendapat julukan “pendito” sampai onzijdig,
banci, akhirnya pun terlibat hubungan percintaan dengan Betje, putri directeur salah satu maatschapij yang rumahnya ditumpangi Hidjo selama studi di Belanda. Pertentangan batin panggilan pulang ke Jawa,
akhirnya menguatkan
Hidjo untuk memutuskan
tali cinta pada
Betje.
Persoalan menjadi sedikit berliku-liku karena perjodohan dengan
Raden Adjeng Biroe yang
masih sanak keluarga, meskipun sesungguhnya Hidjo terpikat dengan Raden Adjeng Woengoe, putri regent Jarak yang sangat cantik. Di akhir cerita, ketegangan mendapat penyelesaian. Kebebasan memilih dan bercinta diangkat ketika Hidjo tidak langsung setuju
pada
pilihan orangtuanya akan tetapi mencari
idamannya.
Rumus perjodohan berubah. Hidjo dijodohkan dan menikah dengan Woengoe, sementara Biroe dengan Raden Mas Wardojo kakak laki-laki
Woengoe. Semua, baik yang menjodohkan dan yang
dijodohkan, menerima dan
bahagia. Betapa cerita perjodohan tidak selalu berakhir dengan tangis dan
sengsara. Juga
ditampilkan,
bahwa mentalitas
Nyai tidak
selalu ada dalam diri inlander,
yaitu ketika
Woengoe menolak cinta controleur Walter.
Selain itu, pengalaman Hidjo di Negeri Belanda membuka matanya. Ia melihat bahwa di negerinya
sendiri bangsa Belanda ternyata tidak “setinggi” yang ia bayangkan. Hidjo menikmati sedikit hiburan murah ketika dia bisa memerintah orang-orang Belanda di hotel, restoran, atau di rumah tumpangan yang mustahil dilakukan
di Hindia.
***
DUA buku dengan versi berbeda diterbitkan tahun 2000 berdasarkan naskah lama Student Hidjo.
Namun sayang, penyesuaian ejaan maupun
bahasa mengurangi cita
rasa klasik roman
Student Hidjo. Perubahan
terparah dilakukan Penerbit Bentang Budaya
sedemikian rupa hingga mendekati
pemerkosaan naskah. Secara dokumentasi kedua versi tidak bisa digunakan sebagai buku sumber, source
book. Bentang Budaya merusak gaya Mas Marco karena bahasa Hindia Belanda kala itu diusahakan
sesuai dengan bahasa
Indonesia terkini.
Sebagai salah satu
contoh,
dialog berikut cukup
menjelaskan persoalan tersebut. Di naskah
asli
tertulis: ”Meneer Djepris,” kata Controleur kepada
Sergeant jang hendak masoek sekolah Militair itoe,
waktoe
dia
maki-maki kepada Djongos
kapal orang Djawa,
lantaran Djongos
itoe
koerang tjepat melajani permintaannja itoe
DJEPRIS (h110-111).
Bentang Budaya mengubah menjadi: “Meneer
Djepris!” kata Controleur kepada Sergeant yang hendak sekolah militer itu sewaktu dia sedang memaki- maki kepada orang Jawa yang menjadi jongos kapal, lantaran jongos itu kurang cepat melayaninya. (hlm 142-143)
Namun, terlepas dari hal tersebut, upaya untuk memperkenalkan salah satu karya yang tidak hanya
menarik, tetapi juga terasa begitu radikal pada zamannya, patut dihargai. Sebagai pengarang,
Marco Kartodikromo sangat pantas mendapat tempat dalam kanon kesusasteraan sebagai salah satu pendobrak
dengan beberapa karya lainnya seperti Matahariah
dan
Mata Gelap.
Novel ini sebetulnya sudah membuka suatu
soal bahwa kesusastraan bukan sekadar penghibur, tetapi suatu wacana politik
dan sosial yang mengemban tugas menembus
ruang-ruang publik. Pada gilirannya kesusastraan adalah jalan menuju
pembebasan
dari belenggu
ketertindasan.
(Nova Christina/Litbang
Kompas)
Jawablah pertanyaan berikut
1. Karya
apakah
yang ditanggapi dalam teks tanggapan tersebut!
2. Siapa yang menghasilkan karya tersebut!
3. Siapa yang menanggapi!
4. Bagaimana bentuk tanggapannya?
5. Bagaimana cara menanggapinya?
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
1.
ReplyDeleteRefa nur hazizah
ReplyDeleteReval Liano
ReplyDeleteRega parera
ReplyDelete